MY LIFE

HIDUP ADALAH SEBUAH PERJALANAN PANJANG DAN AKU TAK INGIN MENYIA-NYIAKAN SETIAP MOMENTNYA

Selasa, 21 Januari 2014

Petualangan Dalam Retorika Mimpi


Malam itu pukul sepuluh, baru saja aku menyelesaikan laporan biologiku. Dingin sekali malam itu, sesekali terdengar guntur yang menyambar-nyambar, nampaknya langit akan menurunkan rizkinya dan kuharap juga begitu, tidur ditemani suara riuh air hujan. Aku mulai menyelimuti tubuhku, aku masih terbayang-bayang cerpen yang aku baca tadi,  banyak tanda tanya yang muncul dibenakku. Aku pun tertidur dengan lelap dan sempat bermimpi.
Aku, Saleh, dan Mail, tiga pemuda yang bekerja di perusahaan besar, dan bertempat tinggal di asrama. Kami bertiga sama-sama berasal dari desa yang merantau ke Jakarta. Saleh, dia bertubuh tinggi kurus, berwajah flamboyan dan paling tampan di antara kami, meskipun begitu dia sangat rajin beribadah. Saleh sering mengingatkanku akan kewajiban sholat dan membaca Al Quran, maklum dia lahir ditengah-tengah keluarga pesantren di Minangkabau. Sedangkan Mail memiliki otak ekonomistis, dia sering mengajarkanku akan menabung demi masa depan. Lain halnya Saleh yang berasal dari Minangkabau, Mail berasal dari keluarga kurang mampu, dia harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli barang yang dia inginkan, Mail lahir di Madiun, JawaTimur.

Sudah 5 bulan lamanya kami bekerja di salah satu perusahaan milik swasta. Waktu itu bulan Januari, di Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi dan berdampak sampai ke perusahaan kami. Banyak pekerja yang di PHK, termasuk kami, dan harus meninggalkan asrama milik perusahaan, karena perusahaan tidak mampu membiayai hidup para pekerjanya lagi.
Akhirnya kami hidup menggelandang di sudut-sudut kota Jakarta. Jakarta, adalah sebuah kota besar yang sangat kejam. Disetiap malam, aku, Saleh, dan Mail sering tidur di emperan jalan, tak jarang kami mendengar suara-suara kasar, caci maki, dan suara orang bertengkar memperebutkan makanan. Paginya anak-anak kecil berlarian mencari kepingan uang logam hanya sekedar untuk mengganjal perut tragis memang negeri ini. Namun itu semua tidak lama karena kami sebelumnya telah menabung, maka kami putuskan untuk mencari tempat kost seraya mencari pekerjaan baru.
Rumah besar dengan arsitektur lama dinding yang kusam dengan cat yang sudah mengelupas, disampingnya terdapat taman sederhana yang dihiasi bunga bugenfil dan rumput Jepang. Rumah ini memiliki ruang yang beraneka ragam, dibagian depan adalah ruang tamu, di tengah bagian kiri terdapat meja makan besar, dengan meja dan kursi yang sudah reot, sedangkan di bagian kanannya terdapat 4 kamar kost dan 2 kamar khusus pemilik rumah. Di bagian belakang, ruangan ini mengingatkanku pada rumah di desaku, dalam bahasa jawa ruangan ini disebut "pawon", memang aneh pemilik rumah ini, di kota metropolitan seperti Jakarta masih ada yang menggunakan pawon sebagai dapurnya. Satu hal lagi, di rumah ini tidak menggunakan pompa air, untuk kebutuhan mandi kami harus menimba air di sumur  kebun belakang. Kini rumah tersebut menjadi tempat kost kami.
Pak Salam pemilik rumah kost itu, beliau sangat berwibawa dan penyabar, beliau sering menjadi imam di masjid dekat rumahnya. Sedangkan Ibu Salam, beliau adalah pekerja keras, masakannya luar biasa nikmat di lidah, dan seringkali membuat rengginang untuk dijual kepada pemesannya. Pak Salam dan Ibu Salam memiliki seorang anak, dia bernama Putri. Putri seumuran dengan kami, dia adalah gadis berkerudung yang memiliki wajah cantik, dia sering rnembantu ibunya memasak dan semua kegiatan bersih-bersih rumah ia lakukan sendiri, lama-kelamaan aku jatuh hati pada Putri.
Kini kami bekerja sebagai kuli barang di pasar, meskipun hasilnya tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kost dan untuk mengisi tabungan kami. Kirakira 3 bulan sudah kulalui, rasa suka ku terhadap Putri semakin besar, Saleh dan Mail pun telah mengetahuinya. Namun semua rasa itu hancur ketika datang seorang pemuda yang kost dengan kami, dia bernama Harri, dia adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara bagian bea cukai. Dari postur tubuh, ketampanan dan kemapanan dia lebih diunggulkan, sedangkan aku hanya seorang kuli barang yang tak jelas masa depannya.
Setiap malam selama beberapa hari aku selalu merenung memikirkan hidupku, dari kejauhan terdengar suara Qiroah yang keluar dari mulut Putri disetiap sepertiga malam selepas sholat tahajud. Aku duduk dikursi dekat jendela kamar, mataku jauh menerawang ke rumah-rumah reot beratapkan seng, pikiranku jauh menembus batas langit, sembari mendengarkan lantunan suara merdu berisikan ayat-ayat Al Quran dari putri Pak Salam. Nampaknya Saleh dan Mail merasa kasihan denganku, mereka memutuskan memboyongku pindah kost.
Pagi itu Saleh dan Mail menemui Bu Salam di pawon, sedangkan aku menemui Pak Salam di sumur belakang. Kami menjelaskan keinginan kami untuk pindah kost, tetapi kami akan memberi hadiah terlebih dahulu karena budi baik Bapak dan Ibu Salam berupa mengecat rumahnya dan dengan senang hati pemilik kost tersebut mengizinkan. Kami membeli cat dari tabungan kami, 2 hari kami butuhkan untuk mengecat rumah Pak Salam. Aku hafali lekuk-lekuk bangunan tua itu, disinilah cintaku yang pertama muncul.
Karena sudah selesai, pagi itu kami bersiap siap pergi, aku menemui Putri sekedar untuk berpamitan, ketika aku sedang berbicara, Harri muncul dan sepertinya ia akan pergi ke kampus, tiba-tiba Putri menghampiri Harri, dan meninggalkanku begitu saja disitu rasa cemburu muncul, "Ah, apa pedulinya, aku bukan orang yang penting", gerutuku. "Andhi ! cepat kemari !, Mail ! kamu juga ! Subhanallah !', tiba-tiba aku mendengar suara Saleh, dia menunjuk-nunjuk koran lowongan kerja hari ini, " Subhanallah! lihat ini, perusahaan kita yang dulu telah membuka lowongan kerja baru, semoga kita diterima !", aku, Saleh dan Mail bersorak sorak.
Aku mulai membuka mata temyata semua itu hanya mimpi, "Astagfirullah, jam 6 pagi! Aduh aku terlambat !", batinku. Selepas sholat, mandi, dan sarapan aku langsung pergi ke sekolah. Di perjalanan aku sempat berfikir akan mimpi tadi malam, di dunia nyata Mail, Saleh, Bapak dan Ibu Salam tidak pernah ada dalam kehidupanku. Sedangkan Putri dia hidup di dunia nyata namun dengan nama yang berbeda.


Nama      : Andhi Surya Khusuma
No          : 01
Kelas      : XI IPA 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar