Malam itu
pukul sepuluh, baru saja aku menyelesaikan laporan biologiku. Dingin sekali
malam itu, sesekali terdengar guntur
yang menyambar-nyambar, nampaknya langit akan menurunkan rizkinya dan kuharap
juga begitu, tidur ditemani suara riuh air hujan. Aku mulai menyelimuti
tubuhku, aku masih terbayang-bayang cerpen yang aku baca tadi, banyak tanda tanya yang muncul dibenakku. Aku
pun tertidur dengan lelap dan sempat bermimpi.
Aku,
Saleh, dan Mail, tiga pemuda yang bekerja di perusahaan besar, dan bertempat
tinggal di asrama. Kami
bertiga sama-sama berasal dari desa yang merantau ke Jakarta. Saleh, dia
bertubuh tinggi kurus, berwajah flamboyan dan paling tampan di antara kami,
meskipun begitu dia sangat rajin beribadah. Saleh sering mengingatkanku akan
kewajiban sholat dan membaca Al Quran, maklum dia lahir ditengah-tengah
keluarga pesantren di Minangkabau. Sedangkan Mail memiliki otak ekonomistis,
dia sering mengajarkanku akan menabung demi masa depan. Lain halnya Saleh yang berasal
dari Minangkabau, Mail berasal dari keluarga kurang mampu, dia harus
mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli barang yang dia inginkan,
Mail lahir di Madiun, JawaTimur.
Sudah 5 bulan lamanya kami bekerja di salah satu
perusahaan milik swasta. Waktu itu bulan Januari, di Indonesia sedang mengalami
krisis ekonomi dan berdampak sampai ke perusahaan kami. Banyak pekerja yang di
PHK, termasuk kami, dan harus meninggalkan asrama milik perusahaan, karena
perusahaan tidak mampu membiayai hidup para pekerjanya lagi.
Akhirnya kami hidup menggelandang di sudut-sudut
kota Jakarta. Jakarta, adalah sebuah kota besar yang sangat kejam. Disetiap
malam, aku, Saleh, dan Mail sering tidur di emperan jalan, tak jarang kami
mendengar suara-suara kasar, caci maki, dan suara orang bertengkar
memperebutkan makanan. Paginya anak-anak kecil berlarian mencari kepingan uang logam
hanya sekedar untuk mengganjal perut tragis memang negeri ini. Namun itu semua
tidak lama karena kami sebelumnya telah menabung, maka kami putuskan untuk
mencari tempat kost seraya mencari pekerjaan baru.
Rumah besar dengan arsitektur lama dinding yang
kusam dengan cat yang sudah mengelupas, disampingnya terdapat taman sederhana
yang dihiasi bunga bugenfil dan rumput Jepang. Rumah ini memiliki ruang yang
beraneka ragam, dibagian depan adalah ruang tamu, di tengah bagian kiri
terdapat meja makan besar, dengan meja dan kursi yang sudah reot, sedangkan di
bagian kanannya terdapat 4 kamar kost dan 2 kamar khusus pemilik rumah. Di
bagian belakang, ruangan ini mengingatkanku pada rumah di desaku, dalam bahasa
jawa ruangan ini disebut "pawon", memang aneh pemilik rumah ini, di
kota metropolitan seperti Jakarta masih ada yang menggunakan pawon sebagai
dapurnya. Satu hal lagi, di rumah ini tidak menggunakan pompa air, untuk
kebutuhan mandi kami harus menimba air di sumur kebun belakang. Kini rumah tersebut menjadi
tempat kost kami.
Pak Salam pemilik rumah kost itu, beliau sangat
berwibawa dan penyabar, beliau sering menjadi imam di masjid dekat rumahnya.
Sedangkan Ibu Salam, beliau adalah pekerja keras, masakannya luar biasa nikmat
di lidah, dan seringkali membuat rengginang untuk dijual kepada pemesannya. Pak
Salam dan Ibu Salam memiliki seorang anak, dia bernama Putri. Putri seumuran
dengan kami, dia adalah gadis berkerudung yang memiliki wajah cantik, dia
sering rnembantu ibunya memasak dan semua kegiatan bersih-bersih rumah ia
lakukan sendiri, lama-kelamaan aku jatuh hati pada Putri.
Kini kami bekerja sebagai kuli barang di pasar,
meskipun hasilnya tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kost dan untuk
mengisi tabungan kami. Kirakira 3 bulan sudah kulalui, rasa suka ku terhadap
Putri semakin besar, Saleh dan Mail pun telah mengetahuinya. Namun semua rasa
itu hancur ketika datang seorang pemuda yang kost dengan kami, dia bernama
Harri, dia adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara bagian bea cukai.
Dari postur tubuh, ketampanan dan kemapanan dia lebih diunggulkan, sedangkan
aku hanya seorang kuli barang yang tak jelas masa depannya.
Setiap malam selama beberapa hari aku selalu
merenung memikirkan hidupku, dari kejauhan terdengar suara Qiroah yang keluar
dari mulut Putri disetiap sepertiga malam selepas sholat tahajud. Aku duduk
dikursi dekat jendela kamar, mataku jauh menerawang ke rumah-rumah reot
beratapkan seng, pikiranku jauh menembus batas langit, sembari mendengarkan
lantunan suara merdu berisikan ayat-ayat Al Quran dari putri Pak Salam.
Nampaknya Saleh dan Mail merasa kasihan denganku, mereka memutuskan memboyongku
pindah kost.
Pagi itu Saleh dan Mail menemui Bu Salam di pawon,
sedangkan aku menemui Pak Salam di sumur belakang. Kami menjelaskan keinginan
kami untuk pindah kost, tetapi kami akan memberi hadiah terlebih dahulu karena
budi baik Bapak dan Ibu Salam berupa mengecat rumahnya dan dengan senang hati
pemilik kost tersebut mengizinkan. Kami membeli cat dari tabungan kami, 2 hari
kami butuhkan untuk mengecat rumah Pak Salam. Aku hafali lekuk-lekuk bangunan
tua itu, disinilah cintaku yang pertama muncul.
Karena sudah selesai, pagi itu kami bersiap siap
pergi, aku menemui Putri sekedar untuk berpamitan, ketika aku sedang berbicara,
Harri muncul dan sepertinya ia akan pergi ke kampus, tiba-tiba Putri
menghampiri Harri, dan meninggalkanku begitu saja disitu rasa cemburu muncul,
"Ah, apa pedulinya, aku bukan orang yang penting", gerutuku. "Andhi ! cepat kemari !, Mail ! kamu
juga ! Subhanallah !', tiba-tiba aku mendengar suara Saleh, dia menunjuk-nunjuk
koran lowongan kerja hari ini, " Subhanallah! lihat ini, perusahaan kita
yang dulu telah membuka lowongan kerja baru, semoga kita diterima !", aku,
Saleh dan Mail bersorak sorak.
Aku mulai membuka mata temyata semua itu hanya
mimpi, "Astagfirullah, jam 6 pagi! Aduh aku terlambat !", batinku. Selepas sholat, mandi, dan sarapan aku
langsung pergi ke sekolah. Di perjalanan aku sempat berfikir akan mimpi tadi
malam, di dunia nyata Mail, Saleh, Bapak dan Ibu Salam tidak pernah ada dalam kehidupanku.
Sedangkan Putri dia hidup di dunia nyata namun dengan nama yang berbeda.
Nama :
Andhi Surya Khusuma
No :
01
Kelas :
XI IPA 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar